Dieselisasi Lokomotif dan Modernisasi Perkeretaapian Indonesia di Awal Kemerdekaan
03
- Oktober
2022
Posted By : hmpsfishipol
Komentar Dinonaktifkan pada Dieselisasi Lokomotif dan Modernisasi Perkeretaapian Indonesia di Awal Kemerdekaan
Dieselisasi Lokomotif dan Modernisasi Perkeretaapian Indonesia di Awal Kemerdekaan

Oleh Muhammad Hudyatama Anshari | Editor : Dewi Ayu Sabrina

Kereta api merupakan salah satu moda transportasi massal yang berjalan khusus diatas rel. Unsur dalam kereta api terbagi dalam dua bagian, terdiri dari lokomotif sebagai tenaga penggerak utama yang letaknya di depan rangkaian dan gerbong atau rangkaian kereta yang dirangkaikan dengan lokomotif. Sejarah ditemukannya kereta api bermula di Inggris oleh insinyur bernama Richard Trevithick pada tahun 1804 yang kemudian disempurnakan oleh George Stephenson. Kereta api ditemukan bersamaan dengan Revolusi Industri di Inggris sehingga desain kereta api uap yang pertama kali diciptakan mengadopsi mesin uap yang ditemukan oleh James Watt pada tahun 1769.

Di Indonesia kereta api sudah menjadi andalan masyarakat sejak masa Penjajahan Belanda hingga sekarang. Kereta api pertama kali hadir di Indonesia sejak perusahaan kereta api swasta Belanda yang bernama Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS / NISM) membangun jalur pertama di Indonesia pada tahun 1864 dari Semarang-Tanggung dan berlanjut hingga Surakarta dan Yogyakarta. Kereta api atau lokomotif yang digunakan pada masa Penjajahan Belanda menggunakan tenaga uap. Di era pasca kemerdekaan Indonesia, lokomotif uap masih digunakan sampai pada tahun 1980-an, era sebelum menjamurnya lokomotif diesel di berbagai jalur kereta api di Indonesia.

Sarana dan prasarana perkeretaapian Indonesia di awal era kemerdekaan Indonesia adalah warisan dari era Penjajahan Belanda, terutama sarana lokomotif. Sebagian besar lokomotif pada masa awal kemerdekaan merupakan lokomotif uap yang kecepatannya tidak secepat kereta api di masa sekarang. Selain itu lokomotif bertenaga uap pada tahun 1950-an dianggap sudah terlalu kuno dan banyak pabrik pembuat lokomotif di Amerika dan negara-negara Eropa telah berhenti memproduksi lokomotif uap dan beralih memproduksi lokomotif diesel. Itulah sebabnya pada tahun 1980-an kereta uap di Indonesia mulai tergeser eksistensinya dan digantikan dengan kereta api tenaga diesel.

Melihat banyak pabrik lokomotif berhenti memproduksi lokomotif uap, maka setelah pemerintah Indonesia berhasil menasionalisasi perusahaan kereta api Pemerintah Kolonial Belanda saat itu bernama Staatsspoorwegen (SS) menjadi Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI), maka pemerintah Indonesia melalui Djawatan Kereta Api Republik Indonesia melakukan modernisasi lokomotif dengan membeli lokomotif bertenaga diesel yang kemudian disetujui oleh Presiden Republik Indonesia Ir Soekarno. Lokomotif diesel pertama di Indonesia adalah Lokomotif CC200 dengan tipe diesel elektrik. Lokomotif CC200 adalah lokomotif yang dibeli dari pabrik General Electric (Amerika Serikat) pada tahun 1953. Sebagai lokomotif diesel pertama di indonesia, tenaga yang dikeluarkan lokomotif ini sangat besar, yaitu 1600 tenaga kuda sehingga lokomotif ini dapat dipacu hingga 100km/jam, tenaga tersebut sangat kuat untuk menarik rangkaian panjang jarak jauh dibandingkan dengan lokomotif uap warisan Belanda. Salah satu karir emas Lokomotif CC200 adalah pernah digunakan untuk membawa rangkaian dari Jakarta ke Bandung berisi rombongan peserta Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955 di Bandung.

Melihat bahwa lokomotif diesel sangat baik untuk diandalkan, maka Djawatan Kereta Api Republik Indonesia kembali memesan lokomotif diesel pada tahun 1957, yaitu Lokomotif BB200 yang didatangkan dari pabrik General Motors yang sama-sama berasal dari Amerika Serikat. Performa Lokomotif BB200 juga dapat dibilang bagus karena lokomotif ini memiliki daya sebesar 875 tenaga kuda dan dapat dipacu hingga hingga kecepatan maksimal 110km/jam. Berbeda dengan Lokomotif CC200, Lokomotif BB200 juga dialokasikan atau ditempatkan di Pulau Sumatra sebagai perintis modernisasi disana, sehingga modernisasi lokomotif tidak hanya di Pulau Jawa saja, melainkan sampai ke Pulau Sumatra. Kedua lokomotif tersebut sering melayani kereta api penumpang dan barang pada lintas utama seperti Patas Bandung, Bintang Senja, Bima, Purbaya, serta rangkaian kereta barang seperti kereta muatan baja koil, ternak, pupuk, Kricak, dsb.

Karena kedua lokomotif tersebut hanya dapat berjalan di rel besar yang banyak dijumpai di jalur lintas utama seperti jalur Jakarta-Surabaya via Semarang atau Jakarta- Surabaya via Yogyakarta menyebabkan kedua lokomotif tersebut tidak bisa masuk ke jalur cabang dengan ukuran rel yang kecil karena berat kedua lokomotif tersebut masing-masing 96 ton dan 72 ton, akibatnya jalur-jalur cabang misalkan jalur Yogyakarta-Palbapang atau jalur yang menggunakan rel kecil masih dilayani dengan lokomotif uap berukuran kecil warisan Belanda, sedangkan lokomotif CC200 dan BB200 tidak dapat masuk dengan bobot tersebut. Banyaknya jalur cabang yang menggunkan rel kecil serta menurunnya daya kerja kereta uap dibanding kereta diesel maka satu tahun setelah datangnya Lokomotif BB200, Djawatan Kereta Api Republik Indonesia kembali memesan lokomotif yang dapat berjalan di rel kecil untuk mengatasi permasalahan pada jalur cabang tersebut.

Tepat pada tahun 1958 lokomotif baru didatangkan dari pabrik di Jerman yaitu Lokomotif BB300 dari pabrik Krupp. Lokomotif BB300 ini mampu berjalan di rel kategori kecil yang sering dijumpai pada jalur cabang pada waktu itu untuk membawa rangkaian penumpang atau barang, selain itu lokomotif ini juga dapat digunakan untuk langsir berat. Lokomotif BB300 juga ditempatkan di Pulau Sumatra seperti Lokomotif BB200 sehingga Lokomotif BB300 juga termasuk sebagai perintis modernisasi lokomotif di Pulau Sumatra, khususnya di Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Dari segi performa lokomotif ini memiliki daya 680 tenaga kuda dan dapat melaju hingga kecepatan maksimal 75 km/jam, performa tersebut sangat cukup bagi Lokomotif BB300 untuk menjangkau jalur cabang karena sebagian jalur cabang menggunakan rel yang kecil serta banyak jalur cabang yang berdampingan dengan jalan raya seperti di petak jalur Purwosari-Solo Kota sehingga memaksa kereta api berjalan pelan.

Penutup

Dapat disimpulkan bahwa dieselisasi adalah upaya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia dalam memodernisasi perkeretaapian di Indonesia. Adanya dieselisasi tersebut membawa dampak perubahan pada perkeretaapian Indonesia hingga masa sekarang. Contoh perubahan tersebut adalah meningkatnya sarana perkeretaapian Indonesia dari penggunaan lokomotif uap menjadi lokomotif diesel serta peningkatan sarana kereta api pada gerbong penumpang dan barang, penambahan seri dan jumlah lokomotif diesel di tahun-tahun selanjutnya, dan peningkatan kecepatan operasional kereta api. selain itu prasarana kereta api juga mengalami peningkatan seperti perbaikan rel dan bantalan, peningkatan kualitas bangunan stasiun, dsb. Perubahan tersebut terjadi secara berangsur-angsur sehingga perkeretaapian Indonesia sekarang menjadi maju dan pada akhirnya sarana dan prasarana perkeretaapian Indonesia dimasa sekarang menjadi layak digunakan sebagai sarana transportasi publik.

Referensi

PT. Kereta Api Indonesia (Editor), Lokomotif BB200, Jakarta: KAI.id. Diperoleh melalui https://heritage.kai.id/page/Lokomotif%20BB200.

PT. Kereta Api Indonesia (Editor). Lokomot BB300, Jakarta: KAI.id. Diakses melalui https://heritage.kereta-api.co.id/page/Lokomotif%20BB300.

PT. Kereta Api Indonesia (Editor). Lokomot CC200, Jakarta: KAI.id. Diakses melalui https://heritage.kai.id/page/Lokomotif%20CC200.

Taufik Hidayat dan Novan Agung Mahardiono. 2015. Evaluasi Perawatan Sarana Perkeretaapian Di PT. Kereta Api Indonesia (Persero), Jurnal Penelitian Transportasi Darat, Vol. 17, No. 2, Halaman 99.

Wahjudi Djaja. 2018. Sejarah Eropa. Yogyakarta: Penerbit Ombak.